6.
Tingkat Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank dapat dilihat dari kualitas
aspek-aspek bank berdasarkan Aturan Kesehatan Perbankan. Berdasarkan
Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992
tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
UU tersebut lebih lanjut menetapkan bahwa :
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
ndengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen,
likuiditas, solvabilitas & aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank
dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank
Bank wajib menyampaikan kepada BI segala keterangan dan penjelasan
mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh BI
Bank atas permintaan BI, wajib memberikan kesempatan bagi
pemeriksaanbuku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib memberikan
bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala
keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan
Bank Indonesia melakukan pemeriksaaan
terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan, BI
dapat menugaskan akuntan publikuntuk dan atas nama bank Indonesia melaksanakan
pemeriksaan terhadap bank.
Bank wajib menyampaikan kkca, perhitungan laba rugi tahunan dan
penjelasannya, serta laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh BI. Neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk
yang ditetapkan BI
Penilaian tingkat kesehatan Bank mencakup penilaian
terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:
1.
Permodalan (Capital)
Kekurangan modal merupakan gejala umum yang dialami
bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal tersebut dapat
bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang jumlahnya kecil,
yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan demikian, pengawas bank
harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang cukup, baik jumlah maupun
kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun pengurus bank harus
benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah ditanamkan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan;
3) trend ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang diklasifikasikan
dibandingkan dengan modal Bank;
5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan
modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk mendukung
pertumbuhan usaha;
7) akses kepada sumber permodalan dan kinerja
keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2.
Kualitas Aset (Asset Quality)
Dalam kondisi normal sebagian besar aktiva suatu
bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan atau menjadi
sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering disebut
sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah penanaman
dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan,
piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal
sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Di
dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada kecukupan
modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian, menganalisis
kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya. Kualitas
aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus modal
bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila
kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi
buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti
pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait,
dan sebagainya.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1) aktiva produktif yang diklasifikasikan
dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2) debitur inti kredit di luar pihak terkait
dibandingkan dengan total kredit;
3) perkembangan aktiva produktif bermasalah/non
performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan
penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva
produktif;
6) sistem kaji ulang (review) internal terhadap
aktiva produktif;
7) dokumentasi aktiva produktif dan kinerja
penanganan aktiva produktif bermasalah.
3.
Manajemen (Management)
Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan
menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan
suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian
tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara
kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat
kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan
terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan
mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok
besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner
kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan
yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia,
kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko
dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko
pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan
pengurus.
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) manajemen umum;
2) penerapan sistem manajemen risiko; dan
3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku
serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4.
Rentabilitas (Earnings)
Salah satu parameter untuk mengukur tingkat
kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu
diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan
operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan
modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan
sehat.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
1) Return on Assets (ROA);
2) Return on Equity (ROE);
3) Net Interest Margin (NIM);
4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan
Operasional (BOPO);
5) Perkembangan laba operasional;
6) Komposisi portofolio aktiva produktif dan
diversifikasi pendapatan;
7) Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan
pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
5.
Likuiditas (Liquidity)
Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan
dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap
Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang
dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank
dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima
adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan
Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan
(tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain
yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan
oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan
dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
2) 1-month maturity mismatch ratio;
3) Loan to Deposit Ratio (LDR);
4) proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
5) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan
inti;
6) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and
liabilities management/ALMA);
7) kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar
uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan stabilitas dana
pihak ketiga (DPK).
6.
Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif
faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover
fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat
fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2) Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover
fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat
fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3) Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko
pasar.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan
Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola
(manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas
pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh
pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip
kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks
dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan
eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil
risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.
Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis
sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar
lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang.
Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan
penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank
tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi
usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain
digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank.
Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat
kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka
perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem
tersebut.